AyuWage Services - Get Paid to Visits Sites and Complete Surveys

Friday, February 22, 2013

Asuhan Keperawatan :Gagal Ginjal Kronis (GGK)



      A.    LATAR BELAKANG
Secara global terdapat 200 kasus gangguan ginjal per sejuta penduduk. 8 juta di antara jumlah populasi yang mengalami gangguan ginjal berada dalam tahap gagal ginjal kronis. Penelitian sebelumnya mengatakan terdapat hubungan antara mengalami gagal ginjal dengan timbulnya gangguan psikiatri pada pasien (Cohen et al., 2004). Kondisi ini bisa terjadi pada kasus gagal ginjal akut maupun yang kronis.
Penyakit apapun yang berlangsung dalam kehidupan manusia dipersepsikan sebagai suatu penderitaan dan mempengaruhi kondisi psikologis dan sosial orang yang mengalaminya. Akan tetapi petugas kesehatan sering kali cenderung memisahkan aspek biologis dari aspek psikososial yang dialami pasien (Leung, 2002).
Aspek psikososial menjadi penting diperhatikan karena perjalanan penyakit yang kronis dan sering membuat pasien tidak ada harapan. Pasien sering mengalami ketakutan, frustasi dan timbul perasaan marah dalam dirinya. (Harvey S, 2007). Penelitian oleh para profesional di bidang penyakit ginjal menemukan bahwa lingkungan psikososial tempat pasien gagal ginjal tinggal mempengaruhi perjalanan penyakit dan kondisi fisik pasien (Leung, 2002).

B.     RUMUSAN MASALAH
Apakah yang dimaksud gagal ginjal kronis?
Bagaimanakah asuhan keperawatan pada gagal ginjal kronis?
C.     TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini diharapkan pembaca mampu mengidentifikasi apakah yang dimaksud dengan gagal ginjal kronis dan bagaimanakah asuhan keperawatannya.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626) Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun. (Barbara C Long, 1996; 368) Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)

B.     ETIOLOGI
Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes). (Doenges, 1999; 626) Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain:
·         Infeksi misalnya pielonefritis kronik
·         Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
·         Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
·         Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
·         Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal
·         Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
·         Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbale
·         Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

C.     PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448). Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu:


·         Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Di tandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan penderita asimtomatik.
·         Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
·         Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri. (Price, 1992: 813-814)

D.    MANIFESTASI KLINIS
1.      Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a.       Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi
b.      Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2.      Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
3.      Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a.       Sistem kardiovaskuler
·         Hipertensi
·         Pitting edema
·         Edema periorbital
·         Pembesaran vena leher
·         Friction sub pericardial
b.      Sistem Pulmoner
·         Krekel
·         Nafas dangkal
·         Kusmaull
·         Sputum kental dan liat
c.       Sistem gastrointestinal
·         Anoreksia, mual dan muntah
·         Perdarahan saluran GI
·         Ulserasi dan pardarahan mulut
·         Nafas berbau ammonia
d.      Sistem musculoskeletal
·         Kram otot
·         Kehilangan kekuatan otot
·         Fraktur tulang
e.       Sistem Integumen
·         Warna kulit abu-abu mengkilat
·         Pruritis
·         Kulit kering bersisik
·         Ekimosis
·         Kuku tipis dan rapuh
·         Rambut tipis dan kasar
f.       Sistem Reproduksi
·         Amenore
·         Atrofi testis



E.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat dilakukan cara sebagai berikut:
1.      Pemeriksaan laboratorium
Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi.
2.      Pemeriksaan USG
3.      Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk mengetahui beberapa pembesaran ginjal.
4.      Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit

F.      PENCEGAHAN
Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah dan sering kali tidak menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan ginjal. Penurunan kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan perhatian terhadap peningkatan kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan darah dan pemeriksaan urinalisis. Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan). (Barbara C Long, 2001)

G.    PENATALAKSANAAN
1.      Dialisis (cuci darah)
2.      Obat-obatan: antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium, furosemid (membantu berkemih)
3.      Diit rendah protein dan tinggi karbohidrat
4.      Transfusi darah
5.      Transplantasi ginjal
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.    PENGKAJIAN
1.      Identitas Klien
-   Nama                                     : Tn. A
-   Usia                                       : 59
-   Jenis Kelamin                        : Laki-laki
-   Suku/ bangsa                         : Bali/Indonesia
-   Agama                                   : Hindu
-   Pendidikan                            : S1
-   Pekerjaan                               : PNS
-   Alamat                                   : Jl. Gelatik
2.      Riwayat kesehatan sekarang
Disfungsi ginjal dapat menimbulkan serangkaian gejala yang kompleks dan tampak di seluruh tubuh. Riwayat sakit harus mencakup informasi berikut yang berhubungan dengan fungsi renal dan urinarius.
a.       Keluhan utama pasien atau alasan utama mengapa ia datang ke rumah sakit.
b.      Adanya rasa nyeri: kaji lokasi, karakter, durasi, dan hubungannya dengan urinasi; faktor-faktor yang memicu rasa nyeri dan yang meringankannya.
c.       Adanya gejala panas atau menggigil, sering lelah, perubahan berat badan, perubahan nafsu makan, sering haus, retensi cairan, sakit kepala, pruritus, dan penglihatan kabur.
d.      Pola eliminasi
1)      Kaji frekuensi, urgensi, dan jumlah urine output.
2)      Kaji perubahan warna urin.
3)      Kaji adanya darah dalam urin.
4)      Disuria; kapan keluhan ini terjadi : pada saat urinasi, pada awal urinasi, atau akhir urinasi.
5)      Hesitancy; mengejan : nyeri selama atau sesudah urinasi.
6)      Inkontinensia (stress inkontinensia; urge incontinence; overflow incontinence; inkontinensia fungsional). Adanya inkontinensia fekal menunjukkan tanda neurologik yang disebabkan oleh gangguan kandungkemih.
7)      Konstipasi dapat menyumbat sebagian urethra, menyebabkan tidak adekuatnya pengosongan kandung kemih.
e.       Pola nutrisi – metabolik
1)      Kaji jumlah dan jenis cairan yang biasa diminum pasien : kopi, alkohol, minuman berkarbonat. Minuman tersebut sering memperburuk keadaan inflamasi system perkemihan.
2)      Kaji adanya dehidrasi ; dapat berkontribusi terjadinya infeksi saluran kemih, pembentukkan batu ginjal, dan gagal ginjal.
3)      Kaji jenis makanan yang sering dikonsumsi pasien. Makanan yang mengandung tinggi protein dapat menyebabkan pembentukkan batu saluran kemih. Makanan pedas memperburuk keadaan inflamasi system perkemihan.
4)      Kaji adanya anoreksia, mual, dan muntah. Keadaan tersebut dapat mempengaruhi status cairan.
5)      Kaji kebiasaan mengkonsumsi suplemen vitamin, mineral, dan terapi herbal.
3.      Riwayat kesehatan masa lalu
a.       Riwayat infeksi traktur urinarius
1)      Terapi atau perawatan rumah sakit yang pernah dialami untuk menanggani infeksi traktus urinarius, berapa lama dirawat.
2)      Adanya gejala panas atau menggigil.
3)      Sistoskopi sebelumnya, riwayat penggunaan kateter urine dan hasil-hasil pemeriksaan diagnostik renal atau urinarius
b.      Riwayat keadaan berikut ini :
1)      Hematuria, perubahan warna, atau volume urin.
2)      Nokturia dan sejak kapan dimulainya.
3)      Penyakit pada usia kanak-kanak (“strep throat”, impetigo, sindrom nefrotik).
4)      Batu ginjal (kalkuli renal), ekskresi batu kemih ke dalam urin.
5)      Kelainan yang mempengaruhi fungsi ginjal atau traktus urinarius (diabetes mellitus, hipertensi, trauma abdomen, cedera medula spinalis, kelainan neurologi lain, lupus eritematosus sistemik, scleroderma, infeksi streptococcus pada kulit dan saluran napas atas, tuberculosis, hepatitis virus,
gangguan kongenital, kanker, dan hyperplasia prostate jinak).
c.       Untuk pasien wanita : kaji jumlah dan tipe persalinan (persalinan pervaginan, sectio caesarea); persalinan dengan forseps; infeksi vagina, keputihan atau iritasi; penggunaan kontrasepsi.
d.      Adanya atau riwayat lesi genital atau penyakit menular seksual.
e.       Pernahkah mengalami pembedahan ; pelvis atau saluran perkemihan.
f.       Pernahkah menjalani terapi radiasi atau kemoterapi.
g.      Kaji riwayat merokok. Merokok dapat mengakibatkan risiko kanker kandung kemih. Angka kejadian tumor kandung kemih empat kali lebih tinggi pada perokok daripada bukan perokok.

4.      Riwayat kesehatan keluarga
a.       Kaji adanya riwayat penyakit ginjal atau kandung kemih dalam keluarga (polisistik renal, abnormalitas kongenital saluran kemih, sindrom Alport’s / nephritis herediter).
b.      Kaji adanya masalah eliminasi yang dikaitkan dengan kebiasaan keluarga
5.      Riwayat kesehatan social
a.       Kaji riwayat pekerjaan, apakah terpapar oleh bahan-bahan kimia seperti phenol dan ethylene glycol. Bau ammonia dan kimia organic dapat meningkatkan risiko kanker kandung kemih. Pekerja tekstil, pelukis, peñata rambut, dan pekerja industri mengalami risiko tinggi terkena tumor kandung kemih. Seseorang yang lebih sering duduk cenderung mengalami statis urin sehingga dapat menimbulkan infeksi dan batu ginjal.
b.      Seseorang yang mengalami demineralisasi tulang dengan keterbatasan aktivitas fisik menyebabkan peningkatan kalsium dalam urin.
c.       Laki-laki cenderung mengalami inflamasi prostat kronik atau epididimis setelah mengangkat barang berat atau mengendarai mobil dengan jarak jauh.
d.      Perlu juga informasi tempat tinggal pasien. Dataran tinggi lebih berisiko terjadi batu saluran kemih karena kandungan mineral meningkat dalam tanah dan air di daerah dataran tinggi.
6.      Pengobatan
a.       Diuretik dapat mengubah kuantitas dan karakter output urin.
b.      Phenazopyridine (pyridium) dan nitrofurantoin (macrodantin) dapat mengubah warna urin.
c.       Anticoagulant dapat menyebabkan hematuria.
d.      Antidepresant, antihistamin, dan obat-obatan untuk mengatasi gangguan neurology dan musculoskeletal, dapat mempengaruhi kemampuan kandung kemih atau sphinter untuk berkontraksi atau relaksasi secara normal.
7.      Pola persepsi – kognitif
a.       Apakah gangguan eliminasi urin mempengaruhi perasaan dan kehidupan normal pasien.
b.      Bagaimana perasaan pasien saat menggunakan kateter, kantung urin.


B.     PEMERIKSAAN
1.      Pemeriksaan Fisik
a.       Umum : Status kesehatan secara umum : lemah, letarghi
b.      Tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu tubuh
c.       Pemeriksaan fisik sistem perkemihan
Teknik pemeriksaan fisik Kemungkinan kelainan yang ditemukan
1.      Inspeksi
a)      Kulit dan membran mukosa. Catat warna, turgor, tekstur, dan pengeluaran keringat.
b)      Mulut
c)      Wajah
d)     Abdomen
Pasien posisi terlentang, catat ukuran, kesimetrisan, adanya massa atau pembengkakan, kembung, Kulit dan membran mukosa yang pucat, indikasi gangguan ginjal yang menyebabkan anemia. Tampak ekskoriasi, memar, tekstur kulit kasar atau kering. Penurunan turgor kulit merupakan indikasi dehidrasi. Edema, indikasi retensi dan penumpukkan cairan. Stomatitis, napas bau amonia
Moon face Pembesaran atau tidak simetris, indikasi hernia atau adanya massa. Nyeri permukaan indikasi disfungsi
renal. Distensi atau perut yang nyeri menetap, distensi, kulit mengkilap atau tegang.
e)      Meatus urinary
Laki-laki posisi duduk atau berdiri, tekan ujung gland penis dengan memakai sarung tangan untuk membuka meatus urinary. Pada wanita : posisi dorsal litotomi, buka labia dengan memakai sarung tangan. Perhatikan meatus urinary.



2.      Palpasi
a)      Ginjal
1)      Ginjal kiri jarang dapat teraba, meskipun demikian usahakan untuk mempalpasi ginjal untuk mengetahui ukuran dan sensasi. Jangan lakukan palpasi bila ragu karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan.
2)      Posisi pasien supinasi, palpasi dilakukan dari sebelah kanan.
3)      Letakkan tangan kiri dibawah abdomen diantara tulang iga dan lengkung iliaka. Tangan kanan dibagian atas. mengkilap dan tegang, indikasi retensi cairan atau ascites. Distensi kandung kemih, pembesaran ginjal. Kemerahan, ulserasi, bengkak, atau adanya cairan, indikasi infeksi. Pada laki-laki biasanya terdapat deviasi meatus urinary seperti defek kongenital. Jika terjadi pembesaran ginjal, maka dapat mengarah ke neoplasma atau patologis renal yang serius. Pembesaran kedua ginjal, indikasi polisistik ginjal. Tenderness/lembut pada palpasi ginjal maka indikasi infeksi, gagal ginjal kronik. Ketidaksimetrisan ginjal indikasi hidronefrosis.
4)      Anjurkan pasien nafas dalam dan tangan kanan menekan sementara tangan kiri mendorong ke atas.
5)      Lakukan hal yang sama untuk ginjal kanan
b)      Kandung kemih
Secara normal, kandung kemih tidak dapat dipalpasi, kecuali terjadi distensi urin maka palpasi dilakukan di daerah simphysis pubis dan umbilicus.
3.      Perkusi
a)      Ginjal
1)      Atur posisi klien duduk membelakangi pemeriksa.
2)      Letakkan telapak tangan tidak dominan diatas sudut kostovertebral (CVA), lakukan perkusi atau tumbukan di atas telapak tangan dengan menggunakan kepalan tangan dominan.
3)      Ulangi prosedur untuk ginjal kanan Jika kandung kemih penuh maka akan teraba lembut, bulat, tegas, dan sensitif. Tenderness dan nyeri pada perkusi CVA merupakan indikasi glomerulonefritis atau glomerulonefrosis.
b)      Kandung kemih
1)      Secara normal, kandung kemih tidak dapat diperkusi, kecuali volume urin di atas 150 ml. Jika terjadi distensi, maka kandung kemih dapat diperkusi sampai setinggi umbilicus.
2)      Sebelum melakukan perkusi kandung kemih, lakukan palpasi untuk mengetahui fundus kandung kemih. Setelah itu lakukan perkusi di atas region suprapubic.
Jika kandung kemih penuh atau sedikitnya volume urin 500 ml, maka akan terdengar bunyi dullness (redup) di atas simphysis pubis.
4.      Auskultasi
Gunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian atas sudut kostovertebral dan kuadran atas abdomen. Jika terdengar bunyi bruit (bising) pada aorta abdomen dan arteri renalis, maka indikasi adanya gangguan aliran darah ke ginjal (stenosis arteri ginjal).
2.      Pemeriksaan Penunjang
Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat dilakukan cara sebagai berikut:
a.       Pemeriksaan laboratorium
Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi.



b.      Pemeriksaan USG
Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk mengetahui beberapa pembesaran ginjal.
c.       Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit.

C.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung
Faktor resiko meliputi:
·         Ketidakseimbangan cairan mempengarui volume sirkulasi, kerja miokardial, dan tahanan vaskuler sistemik.
·         Gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia).
·         Akumhulasi toksin (urea), klasifikasi jaringan lunak (deposit Ca+ fosfat).
2.      Resiko tinggi terhadap cidera.
Faktor resiko meliputi:
Penekanan produksi/sekresi eritropoietin; penururnan produksi dan SDM hidupnya; gungguan factor pembekuan, peningkatan kerapuhan kapiler.
3.      Perubahan proses berpikir b/d perubahan fisiologis; akumulasi toksin (contoh urea, amonia), asidosis metabolic, hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit, kalsifikasi metastatic pada otak.
4.      Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit.
Factor resiko meliputi:
Ganguan status metabolic, sirkulasi (anemia dengan iskemia jaringan) dan sensasi(neuropati perifer).
5.      Resiko tinggi terhadap perubahan membram mukosa oral.
Factor resiko meliputi:
Kurang/penurunan salvias, pembatasan cairan.
Iritasi kimia, perubahan urea dalam saliva menjadi amonia.
6.      Kurang pengetahuan [kebutuhan belajar], tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan b/d keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
7.      Ketidakpatuhan b/d Sistem nilai pasien: Keyakinan kesehatan, pengaruh budaya. Perubahan mental; kurang/menolak sistem pendukung/sumber. Kompleksitas, biaya, efek samping terapi.
D.    INTERVENSI DAN RASIONAL
1.      Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung
Faktor resiko meliputi:
·         Ketidakseimbangan cairan mempengarui volume sirkulasi, kerja miokardial, dan tahanan vaskuler sistemik.
·         Gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia).
·         Akumhulasi toksin (urea), klasifikasi jaringan lunak (deposit Ca+ fosfat).
Kriteria Hasil : mempertahankan curah jantung dengan TD dan frekuensi jantung dalam batas normal; nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian.
Intervensi
Rasional
Mandiri
Auskultasi bunyi jantung dan paru. Evaluasi adanya edema perifer/kongesti vaskular dan keluhan dispnea

S3/s4 dengan tonus muffled, takikardia, frekuensi jantung tidak teratur, takipnea, gemerisik, mengi, dan edema/ distensi jugular menunjukan ggk.

Kaji adanya/derajat hipertensi: awasi td: perhatikan perubahan postural, contoh duduk, berbaring, berdiri.

Hipertensi bermakna dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal ). Meskipun hipertensi umum,hipertensi ortostatik dapat tejadi sehubungan dengan defisit cairan, respons terhadap obat anti hipertensi, atau tamponade perikardial uremik.

Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi, radiasi. Beratnya (skala 0-10) dan apakah tidak menetap dengan inspirasi dalam dan posisi terlentang.

Hipertensi dan gjk kronis dapat menyebabkan im,kurang lebih pasien ggk dengan dealisis mengalami perikarditis, potensial resiko efusi perikardial/tamponade.

Evaluasi bunyi jantung (perhatikan friction rub), td, nadi perifer, pengisian kapiler, kongesti vaskuler, suhu, dan sensori/mental.

Adanya hipertensi tiba-tiba. Nadi paradoksik, penyempitan tekanan nadi, penurunan/tak adanya nadi perifer. Distensi jugular nyata, pucat , dan penyimpangan mental cepat menunjukan tanponade, yang merupakan kedaruratan medik.
Tindakan/intervensi
Kaji tingkat aktivitas, respons terhadap aktivitas.


Kaji tingkat aktivitas, respons terhadap aktivitas.

Kelelahan dapat menyertai gjk juga anemia.


Kolaborasi
Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh:
Elektrolit (kalium, natrium, kalsium, magnesium), bun;

Ketidak seimbangan dapat mengganggu konduksi elektrikal dan fungsi jantung.

Foto dada

Berguna dalam mengidentifikasi terjadinya gagal jantung atau kalsifikasi jaringan lunak.

Berikan obat anti hipertensi, contoh prazozin (minipress), kaptopril (capoten), klonodin (catapres), hidralazin (apresoline).

Menurunkan tahanan vaskular sistemik dan/atau pengeluaran renin untuk menurunkan kerja miokardial dan membantu mencegah GJK dan/ atau IM

Bantu dalam perikardiosentesis sesuai indikasi.

Akumulasi cairan dalam kandung perikardial dapat mempengaruhi pengisian jantung dan kontraktilitas miokardial mengganggu curah jantung dan potensial reriko henti jantung.


Siapkan dialisis

Penurunan ureum toksik dan memperbaiki ketidak seimbangan elektrolit dan kelebihan cairan dapat membatasi atau mencegah manifestasi jantung, termasuk hipertensi dan efusi perikardial.


2.      Resiko tinggi terhadap cidera.
Faktor resiko meliputi:
Penekanan produksi/sekresi eritropoietin; penururnan produksi dan SDM hidupnya; gungguan factor pembekuan, peningkatan kerapuhan kapiler.
Kriteria Hasil : tak akan mengalami tanda/gejala pendarahan, mempertahankan/menunjukkan perbaikan nilai laboratorium.
Intervensi
Rasional
Mandiri
Perhatikan keluhan peningkatan kelelahan ,kelemahan. Observasi takikardia, kulit/ membran mukosa pucat, dispenia, dan nyeri dada. Rencanakan aktifitas pasien untuk menghindari kelelahan.


Dapat menunjukan anemia , dan respos jantung untuk memper-tahankan oksigenasi sel.
Awasi tingkat kesadaran dan prilaku

Anemia dapat menyebabkan hipoksia serebral dengan perubahan mental, orientasi, dan respons prilaku.

Evaluasi respons terhadap aktivitas, kemampuan untuk melakukan tugas . Bantu sesuai kebutuahan dan buat jadwal untuk istirahat.

Anemia menurunkan oksigenasi jaringan dan meningkatkan kelelahan , sehingga memerlukan intervensi , perubahan aktivitas dan istirahat.

Batasi contoh vaskular. Kombinasi tes laboraturium bila mungkin

Pengambilan contoh darah berulang/kelebihan dapat memperburuk anemia.

Observasi pendarahan terus menerus dari tempat penusuakan . Pendarahan/area ekmosis karena trauma kecil. Peteke; pembengkakan sendi atau membran mukosa , contoh pendarahan gusi,  epitaksis berulang, hematemosis, melena dan urin merah/berkabut.
Pendarahan daat terjadi dengan mudah karena kerapuhan kapiler/gangguan pembekuan dan dapat memperburuk anemia.

Hematemesis sekresi gi/darah feses

Stres dan abnormalitas hemostatik dapat mengakibatkan perdarahan gi.

Berikan sikat gigi halus, pencukur elektrik; gunakan jarum kecil bila mungkin dan lakukan penekanan lebih lama setelah menyuntikan/penusukan vaskular.

Menurunkan resiko pendarahan/pembentukan hematoma.

Kolaborasi
Awasi pemeriksaan laboratorium. Contoh : hitung darah lengkap: sdm, hb/ht:


Uremia (contoh peningkstsn smonis, ures, atau toksin lain) menurunkan produksi eritropoetin dan menekan produksi sdm dan waktu hidupnya. Pada gagal jinjal kronis, hemoglobin dan hematokrit biasanya rendah tetapi diretensi; contoh pasien tidak menunjukan gejala sampai hb dibawah 7.

Jumlah trombosit, faktor pembekuan;

Penekanan pembentukan trombosit dan ketidakadekuatan kadar faktot III dan VIII mengganggu pembekuan dan potensial resiko perdarahan. Catatan: pendarahan dapat menjadi suli teratasi pada tahap akhir penyakit.

Kadar PT

Konsumsi protrombin abnormal menurunkan kadar serum dan mengganggu pembekuan.
Kolaborasi
Berikan darah segar, SDM kemasan sesuai indikasi.


Diperlukan bila pasien menunjukan gejala anemia simtomatik, SDM kemasan biasanya diberikan  bila pasien kelebihan cairan atau dilakukan dialisis. SDM washed digunakan untuk mencegah hiperkalemia sehubungan dengan darah yang disimpan.
Berikan obat sesuai indikasi,contoh: Sediaan besi, asam folat(Folvite); sianokobolamin (Betalin).


Berguna untuk memperbaiki gejala anemia sehubungan dengan kekurangan nutrisi /karena dialisis. Catatan : Besi tidak boleh diberikan dengan ikatan fosfat karena munurunkan absorpsi besi.
Simetidin (Tagamet); Ranitidin (Zantac); antasida

Diberikan secara profilatik untuk menurunkan/menetralkan asam lambung dan menurunkan resiko pendarahan GI.

Hemastitik/penghambat fibrinolisis, contoh asam aminokaproik (Amicar);
Menghambat pendarahan yang tidak reda secara spontan/berespons terhadap pengobatan biasa.
Pelunak feses (Colace); Laksatif bulk (Metamucil).
Mengejan terhadap feses bentuk keras meningkatkan pendarahan mukosa/rektal.

3.      Perubahan proses berpikir b/d perubahan fisiologis; akumulasi toksin (contoh urea, amonia), asidosis metabolic, hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit, kalsifikasi metastatic pada otak.
Kriteria Hasil : meningkatkan tingkat mental basanya, mengidentifikasi cara untuk mengkompensasi gangguan kognitif/deficit memori.
Intervensi
Rasional
Mandiri
Kaji luasnya gangguan kemampuan berpikir, memori, dan orientasi. Perhatikan lapang perhatian.

Efek sindrom uremik dapat terjadi dengan kekacauan/peka minor dan berkembang perubahan kepribadian atau ketidakmampuan untuk mengamisilasi informasi dan berpartisipasi dalam keperawatan. Kewaspadaan terhadap perubahan memberikan kesempatan untuk evaluasi dan intervensi.

Pastikan dari orang terdekat, tingkat mental pasien biasanya.

Memberikan perbandingan untuk mengevaluasi perkembangan/ perbaikan gangguan.


Berikan orang terdekat informasi tentang status pasien.
beberapa perbaikan dalam mental mungkin diharapkan dengan perbaikan kadar BUN, elektrolit, dan pH serum yang lebih normal.
Berikan lingkungan tenang dan izinkan menggunakan televisi, radio dan kunjungan.

Meminimalkan rangsangan lingkungan untuk menurunkan kelebihan sensori/peningkatan kekacauan saat mencegah devripasi sensori.
Orientasikan kembali terhadap lingkungan, orang, dan sebagainya. Berikan kalender, jam, jendela keluar.

Memberikan petunjuk untuk membantu dalam pengenalan kenyataan.

Hindarkan kenyataan secara singkat, ringkas, dan jangan menantang dengan pemikiran yang tak logis
Konfrontsasi potensial membuat reaksi perlawanan dan dapat meninbulkan ketidak percayaan pasien dan meningkatkan penolakan terhadap kenyataan.
Komunikasikan informasi/instruksi dalam kalimat pendek dan sederhana. Tanyakan pertanyaan ya/tidak. Ulangi penjelasan sesuai keperluan.

Dapat membantu menurunkan kekacauan dan meningkatkan kemungkinan bahwa komunikasi akn dipahami/diingat.
Buat jadwal teratur untuk aktivitas yang diharapkan.

Membantu dalam memprtahankan orientasi kenyataan dan dapat menurunkan takut/kekacauan.

Tingkatkan istirahat adekuat dan tidak mengganggu periode tidur.

Gangguan tidur dapat mengganggu kemampuan kognitif lebih lanjut.
Kolaborasi
Awasi pemeriksaan laboratorium,contoh: BUN/kreatinin,elektrolit serum, kadar glukosa,dan GDA (PO2,Ph).


Perbaikan peningkatkan/ ketidakseimbangan dapat mempengaruhi kognitif/mental.
Berikan tambahan O2 sesuai indikasi.

Perbaikan hipoksia saja dapat memperbaiki kognitif.

Hindari penggunaan barbiturat dan opiat.

Obat-obatan secara normal didetoksifikasi dalam ginjal akan mengalami waktu paruh/efek akumulasi, memperburuk kekacauan.

Siapkan untuk dialisis.

Penyimpangan proses pikir nyata dapat menunjukan memburuknya azotemia dan kondisi umum, memerlukan intervensi cepat untuk meningkatkan homeostatis.

4.      Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit.
Factor resiko meliputi:
Ganguan status metabolic, sirkulasi (anemia dengan iskemia jaringan) dan sensasi(neuropati perifer).
Kriteria Hasil : mempertahankan kulit utuh, menunjukkan prilaku atau teknik untuk mencegah kerusakan/cidera kulit.
Intervensi
Rasional
Mandiri
Insfeksi kulit terhadap perubahan warna, torgor, vaskuler. Perhatikan kemerahan, ekskoriasi. Observasi terhadap ekimosis, purpura.


Menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dikubitus/infeksi.
Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa.

Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan pada tingkat seluler.
Inspeksi area tergantung terhadap edema.

Jaringan edema lebih cenderung rusak/robek.
Ubah posisi dengan sering; gerakan pasien dengan perlahan; beri bantalan pada tonjolan tulang dengan kulit domba, pelindung siku/tumit.

Menurunkan tekanan pada edema, jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia. Peninggian meningkatkan aliran balik statis vena terbatas/pembentukan edema.
Biarkan perawatan kulit. Batasi penggunaan sabun. Berikan salep atau krim (mis.,lanolin, Aquaphor).

Soda kue, mandi dengan tepung menurunkan gatal dan mengurangi pengeringan dari pada sabun. Losion dan salep mungkin diinginkan untuk menghilangkan kerimg, robekan kulit.
Pertahankan linen kering, bebas keriput.

Menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit.

Selidiki keluhan gatal.

Meskipun dialisis mengalami masalah kulit yang berkenaan dengan uremik, gatal dapat terjadi karena kulit adalah rute ekskresi untuk produk sisa, mis., kristal fosfat (berkenaan dengan  hiperparatiroidisme pada penyakit tahap akhir).

Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan (daripada garukan) pada area pruritus. Pertahankan kuku pendek; berikan sarung tengan selama tidur bila diperlukan.

Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan resiko cedera dermal.
Anjurkan menggunakan pakaian katun longgar.

Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit.

Kolaborasi
Berikan  matras busa/flotasi


Menurunkan tekanan lama pada jaringan, yang dapat membatasi perfusi selular yang menyebabkan iskemia/nekrosis.

5.      Resiko tinggi terhadap perubahan membram mukosa oral.
Factor resiko meliputi:
Kurang/penurunan salvias, pembatasan cairan.
Iritasi kimia, perubahan urea dalam saliva menjadi amonia.
Kriteria Hasil : mempertahankan integritas membram mukosa, mengidentifikasi/melakukan intervensi khusus untuk meningkatkan kesehatan mukosa oral.



Intervensi
Rasional
Mandiri
Inspeksi  rongga mulut; perhatikan kelembaban, karakter saliva, adanya inflamasi, ulserasi, leukoplakia.


Memberikan kesempatan untuk intervensi segera dan mencegah infeksi.
Berikan cairan sepanjang 24 jam dalam batas yang ditentukan.

Mencegah kekeringan mulut berlebihan dari periode lama tanpa
masukan oral.

Berikan perawatan mulut sering/cuci dengan larutan asam asetik 25%; berikan permen karet, permen keras, mint pernapasan antara makan.

Membran mukosa dapat menjadi kering dan pecah-pecah. Perawatan mulut menyejukkan, melumasi, dan membantu menyegarkan rasa mulut, yang sering tak menyenangkan karena uremia dan keterbatasan masukan oral. Pencucian dengan asam asetik membantu menetralkan pembentukan amonia dengan mengubah urea.
Anjurkan higiene gigi yang baik setelah makan dan pada saat tidur. Anjurkan menghindari floss gigi.

Menurunkan pertumbuhan bakteri dan potensial terhadap infeksi. Flos gigi dapat melukai gusi, menimbulkan perdarahan.
Anjurkan pasien menghentikan merokok dan menghindari produk/pencuci mulut lemon/gliserin yang mengandung alkohol.

Bahan ini mengiritasi mukosa dan mempunyai efek mengeringkan, menimbulkan ketidaknyamanan.

Kolaborasi
Berikan obat-obatan sesuai indikasi, mis., antihistamin: kiproheptadin (periaktin).

Dapat diberikan untuk menghilangkan gatal.




6.      Kurang pengetahuan [kebutuhan belajar], tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan b/d keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
Kriteria Hasil : Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan  pengobatan. Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan untuk tindakan. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup yang perlu. Berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi
Rasional
Mandiri
Kaji ulang proses penyakit atau prognosis dan kemungkinan yang akan dialami


Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informaasi.

Kaji ulang pembatasan askep diet, termasuk fosfat (contoh produk susu, unggas, jagung, kacang) dan magnesium (contoh,produk gandum, polon-polongan).

Pembatasan fosfat merangsang kelenjar paratiroid untuk pergeseran kalsium dari tulang (osteodistrofi ginjal), dan akumulasi magnesium dapat mengganggufungsi neurologis dan mental.
Diskusikan masalah nutrisi lain, contoh pengaturan masukan protein sesuai dengan tingkat fungsi ginjal.

Metabolit yang terakumulasi dalam darah menurunkan hampir secara keseluruhan dari katabolisme protein, bila fungsi ginjal menurun protein mungkin di batasi proporsinya.

Dorong pemasukan kalori tinggi, khususnya dari karbohidrat.

Penyimpanan protein, mencegah penggunaan dan memberikan energi.

Diskusikan terapi obat, termasuk tambahan kalsium dan ikatan posfat, contoh antasida aluminium hidroksida ( amfogel, basalgel) dan menghindari antasida magnesium ( milanta,maalox,gelusil).

Mencegah komplikasi serius, contoh penurunan absorbsi fosfat dari traktus GI dan pengiriman kalsium untuk mempertahankan kadar normal serum, menurunkan resiko fraktur, tetani.
Tekankan pentingnya membaca semua label produk ( obat dan makanan) dan tidak meminum obat tanpa menanyakan pada pemberi perawatan.

Ini sulit untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit bila pemasukan oksigenus bukan faktor dalam pembatasan diet, contoh hiperkalsemia dapat di akibatkan oleh penggunaan suplemen rutin dalam kombinasi dengan peningkatan pemasukan diet makanan yang di perkaya kalsium dan obat mengandung kalsium.
Kaji ulang tindakan untuk mencegah pendarahan, contoh penggunaan sikat gigi halus, pencukur elektrik; hindari konstipasi, menghirup hidung keras, latihan keras/olah raga kontak.

Menurunkan resiko sehubungan dengan perubahan faktor pembekuan/penurunan jumlah trombosit.
Instruksikan dalam observasi diri dan pengawasan TD, termasuk jadwal istirahat sebelum mengukur TD,  menggunakan lengan/posisi yang sama.

Insiden hipertensi meningkat pada GGK, sering memerlukan penanganan dengan obat anti hipertensi, perlu untuk observasi ketat terhadap efek pengobatan, contoh respon vaskular terhadap obat.
Waspadakan tentang terpajan pada suhu eksternal ekstrim, contoh bantalan panas/salju.

Neuropati perifer dapat terjadi khususnya pada ekstremitas bawah ( efek uremia, keseimbangan elektrolit/asam-basa), menganggu sensasi perifer dan potensial resiko cedera jaringan.

Buat program latihan rutin, dalam kemampuan individu; menyelingi periode istirahat dengan aktivitas.

Membantu dalam mempertahankan tonus otot dan kelenturan sendi. Menurunkan resiko sehubungan dengan imobilisasi ( termasuk demineralasasi tulang) dan mencegah kelemahan.

Perhatikan masalah seksual

Efek pisiologis uremia/terafi anti hipertensi dapat mengganggu hasrat/penampilan seksual.
Identifikasi tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik segera, contoh;

Demam derajat rendah, menggigil, perubahab karakteristik urine/sputum, pembengkakan jaringan/drainase, ulkus oral;





Depresi sistem imun, anemia, malnutrisi, semua meningkatkan resiko infeksi.
Kebas/kesemutan pada jari, abdominal/kram otot, spasme karpopedal;

Uremia dan penurunan absorpsi kalsium dapat menimbulkan neuropati perifer.
Pembengkakan sendi/nyeri tekan, penurunan ROM, penurunan kekuatan otot;

Hiperfosfatemia dengan pergeseran kalsium dapat mengakibatkan deposisi kelebihan fosfat kalsium sebagai klasifikasi dalam sendi dan jaringan lunak. Gejala pada tulang rangka sering terlihat sebelum gangguan pada fungsi organ
Sakit kepala, penglihatan kabur, edema periorbital/sakral, “mata merah”.

Dugaan terjadinya/kontrol hipertensiburuk,dan/atau perubahn pada mata yang disebabkan oleh kalsium.
Kaji ulang strategi untuk mencegah kostipasi, termasuk pelunak feses (Colace) dan laksatif bult (Metamuci) tetapi menghindari produk magnesium (susu magnesia).

Menurunkan pemasukan cairan, perubahan pada pola diet, dan penggunaan produk ikatan fosfat sering mengakibatkan konstifasi yang tidak responsif terhadap intervensi non medikal. Penggunaan produk mengandung magnesium meningkatkan resiko hipermagnesemia.


7.      Ketidakpatuhan b/d Sistem nilai pasien: Ansietas Keyakinan kesehatan, pengaruh budaya. Perubahan mental; kurang/menolak sistem pendukung/sumber. Kompleksitas, biaya, efek samping terapi.

Kriteria Hasil : Menyatakan pengetahuan akurat tentang penyakit dan pemahaman program, Berpartisipasi dalam membuat tujuan dan rencana pengobatan, Membuat pilihan pada tingkat kesepian berdasarkan informasi yang akurat, Mengidentifikasi/menggunakan sumber dengan tepat.
Intervensi
Rasional
Mandiri
Yakinkan persepsi/pemahaman pasien/orang terdekat terhadap situasi dan konsekuensi perilaku.

Memberikan kesadaran bagaimana pasien memandang penyakitnya sendiri dan program pengobatan dan membantu dalam memahami masalah pasien.
Tentuksn sistem nilai (keyakinan perawatn kesehatan dan nilai budaya).

Program terapi mungkin tidak sesuai dengan pola hidup sosial/budaya, dan rasa tanggung jawab/peran pasien.
Dengarkan/mendengar dengan aktif pda keluhan/ pernyataan pasien.

Menyampaikan pesan masalah, keyakinan pada kemampuan individu dan mengatasi situasi dalam cara positif.

Identifikasi perilaku yang mengidikasikan kegagalan untuk mengikuti program pengobatan.

Dapat memberikan informasi tentang alasan kurangnya kerja sama dan memperjelas area yang memerlukan pemecahan masalah.

Kaji tingkat ansietas, kemampuan kontrol, perasaan tak berdaya.

Tingkat ansietas berat mempengaruhi kemampuan pasien mengatsi situasi. Meskipun pasien secara internal termotivasi ( rasa kontrol internal), pasif cenderung menjadi pasif/tergantung pada penyakit berat, jangka panjang.

Tentukan arti psikologis perilaku.

Pasien dapat menolak kenyataan kondisi fisik/proses penyakit kronis takdapat pulih; tahap proses berkabung dapat menunjukan kemerahan, tingkat laku kasar atau perilaku menolak.
Evaluasi pasien pendukung/sumber yang digunakan oleh pasien. Anjurkan pilihan yang tepat.

Adanya sistem pendukung adekuat membantu pasien untuk mengatasi kesulitan penyakit lama.
Kaji perilaku memberikan perawatan kesehatan pada pasien/perilaku.

Pendekatan yang menghakimi dapat membuat barier/kekuatan yang menjauhkan pasien, menurunkan kemungkinan meningkatnya pengaruh.
Terima pilihan/titik pandangan pasien, seolah-olah hal ini tampak menjadi merusak diri.

Pasien mempunyai hak untuk membuat keputusan /pilihan sendiri, dan penerimaan dapat memberikan rasa kontrol, yang akan membantu pasien melihat lebih dengan jelas konsekuensi  pilihan.

Buat tujuan bertahap dengan pasien; modifikasi program sesuai keperluan/kemungkinan.

Bila pasien telah berpartisipasi dalam menyusun tujuan, rasa menguntungkan mendorong kerja sama dan minat untuk menyatu dengan/bekerja dengan program seperti yang dibuat.
Buat sistem pengawasan diri, contoh TD, penimbangan; memberikan salinan laporan laboratorium.

Memberikan rasa kontrol, memampukan pasien untuk mengikuti kemajuan sendiri dan membuat pilihan informasi.

Berikan umpan balik positif untuk upaya/keterlibatan dalam terapi.

Meningkatkan harga diri, mendorong partisipasi dalam program selanjutnya.







DAFTAR PUSTAKA

Doengoes E. Mrylynn, dkk.2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC




1 comment:

  1. terimakasih banyak infonya, sangat menarik sekali dan bermanfaat

    http://landongobatherbal.com/obat-herbal-infeksi-ginjal/

    ReplyDelete