AyuWage Services - Get Paid to Visits Sites and Complete Surveys

Tuesday, October 2, 2012

Asuhan Keperawatan : Stenosis Mitral


2.1.Definisi
Secara definisi maka stenosis mitral dapat diartikan sebagai blok aliran darah pada tingkat katup mitral, akibat adanya perubahan struktur mitral leafleats, yang menyebabkan tidak membukanya katup mitral secara sempurna pada saat diastolik. (Arjanto Tjoknegoro. 1996).
Mitral Stenosis (MS) adalah sumbatan katup mitral yang menyebabkan penyempitan aliran darah ke ventrikel. Pasien dengan MS secara khas memiliki daun katup mitral yang menebal, kommisura yang menyatu, dan korda tendineae yang menebal dan memendek. Diameter transversal jantung biasanya dalam batas normal, tetapi kalsifikasi dari katup mitral dan pembesaran atrium kiri dapat terlihat. Berikut adalah gambar stenosis katup mitral.
MS menyebabkan perubahan pada bentuk jantung dan perubahan-perubahan pada pembuluh darah paru-paru sesuai beratnya MS dan kondisi jantung. Konveksitas batas kiri jantung mengindikasikan bahwa stenosis menonjol. Pada kebanyakan kasus terdapat dua kelainan yakni stenosis mitral dan insufisiensi mitral, umumnya salah satunya menonjol. Ventrikel kiri juga sangat melebar ketika insufisiensi mitral terlibat sangat signifikan. Tanda-tanda radiologis klasik dari pasien dengan MS yaitu adanya kontur ganda (double contour) yang mengarah pada adanya pembesaran atrium kiri, serta adanya garis-garis septum yang terlokalisasi.
Kondisi ini membuat tekanan vena pulmonal meningkat sehingga menyebabkan diversi darah, pada foto toraks terlihat pelebaran relatif pembuluh darah bagian atas paru dibanding pembuluh darah bawah paru. Penyempitan katup mitral menyebabkan katup tidak terbuka dengan tepat dan menghambat aliran darah antara ruang-ruang jantung kiri. Ketika katup mitral menyempit (stenosis), darah tidak dapat dengan efisien melewati jantung. Kondisi ini menyebabkan seseorang menjadi lemah dan nafas menjadi pendek serta gejala lainnya.

2.2.Etiologi
Stenosis mitral merupakan kelaianan katup yang paling sering diakubatkan oleh penyakit jantung rheumatik. Diperkirakan 99 % stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung rheumatik. Walaupun demikian, sekitar 30 % pasien stenosis mitral tidak dapat ditemukan adanya riwayat penyakit tersebut sebelumnya.
Pada semua penyakit jantung valvular stenosis mitral lah yang paling sering di temukan, yaitu ± 40% seluruh penyakit jantung rheumatik, dan menyerang wanita lebih banyak dari pada pria dengan perbandingan kira-kira 4 : 1.
Disamping atas dasar penyakit jantung rheumatik, masih ada beberapa keadaan yang dapat memperlihatkan gejala-gejala seperti stenosis mitral, misalnya miksoma atrium kiri, bersamaan dengan ASD (atrium septal defect) seperti pada sindrom Lutembacher, ball velve thrombi pada atrium kiri yang dapat menyebabkan obstruksi outflow atrium kiri. Kausa yang sangat jarang sekali ialah stenosis mitral atas dasar kongenital, dimana terdapat semacam membran di dalam atrium kiri yang dapat memeprlihatkan keadaan kortri atrium. (Arjanto Tjoknegoro. 1996).
Miksoma (tumor jinak di atrium kiri) atau bekuan darah dapat menyumbat aliran darah ketika melewati katup mitral dan menyebabkan efek yang sama seperti stenosis katup mitral.

2.3.Gejala
Jika stenosisnya berat, tekanan darah di dalam atrium kiri dan tekanan darah di dalam vena paru-paru meningkat, sehingga terjadi gagal jantung, dimana cairan tertimbun di dalam paru-paru (edema pulmoner).
Jika seorang wanita dengan stenosis katup mitral yang berat hamil, gagal jantung akan berkembang dengan cepat.
Penderita yang mengalami gagal jantung akan mudah merasakan lelah dan sesak nafas.
Pada awalnya, sesak nafas terjadi hanya sewaktu melakukan aktivitas, tetapi lama-lama sesak juga akan timbul dalam keadaan istirahat.
Sebagian penderita akan merasa lebih nyaman jika berbaring dengan disangga oleh beberapa buah bantal atau duduk tegak.
Warna semu kemerahan di pipi menunjukkan bahwa seseorang menderita stenosis katup mitral.
Tekanan tinggi pada vena paru-paru dapat menyebabkan vena atau kapiler pecah dan terjadi perdarahan ringan atau berat ke dalam paru-paru.
Pembesaran atrium kiri bisa mengakibatkan fibrilasi atrium, dimana denyut jantung menjadi cepat dan tidak teratur.

2.4.Manifestasi Klinis
Timbulnya keluhan pada pasien stenosis mitral adalah akibat peninggian tekanan vena pulmonal yang diteruskan ke paru. Gejala-gejala yang timbul pada pasien mitral stenosis antara lain dispnea, orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, hemoptisis, palpitasi, dan nyeri dada. Gejala-gejala yang muncul tergantung dari derajat MS :
a.       MS (mitral stenosis) ringan
MVA 1,6 sampai 2 cm2. Pada MS ringan ini timbul gejala  sesak nafas pada beban fisik yang sedang, tetapi pada umumnya dapat mengerjakan aktivitas sehari-hari. Beban fisik berat, kehamilan, infeksi atau atrial fibrilasi (AF) rapid respon dapat menyebabkan sesak nafas yang hebat.
b.      MS (mitral stenosis) sedang-berat
MVA 1 sampai 1,5 cm2. Gejala pada MS tipe ke dua ini timbul sesak nafas yang sudah mengganggu aktivitas sehari-hari, sesak nafas timbul seperti jalan cepat, jalan menanjak. Infeksi pulmonal, AF (atrial fibrilasi) dengan QRS rate cepat sebagai pemicu, mendasari terjadinya kongesti pulmonal, dan memerlukan penanganan emergency dan perawatan di rumah sakit. Batuk, sesak nafas, suara nafas wheezing, hemoptisis mirip atau disangka bronchitis karena kadang-kadang bising diastolik tidak terdengar oleh aukultator yang tidak terlatih. Palpitasi biasanya akibat Atrial fibrilasi.
Selain itu, warna semu kemerahan di pipi menjadi salah satu tanda yang menunjukkan bahwa seseorang menderita stenosis mitral.

2.5.Patofisiologi
Bakteri Streptococcus Beta Hemolitikus Group A dapat menyebabkan terjadinya demam rheuma. Selain itu, oleh tubuh bakteri tersebut dianggap antigen yang menyebabkan  tubuh membuat antibodinya. Hanya saja, strukturnya ternyata mirip dengan katup mitral yang membuat kadangkala antibodi tersebut malah menyerang katup mitral jantung. Hal ini dapat membuat kerusakan pada katup mitral. Pada proses perbaikannya, maka akan terdapat jaringan fibrosis pada katup tersebut yang lama kelamaan akan membuatnya menjadi kaku. Pada saat terbuka dan tertutup akan terdengar bunyi yang tidak normal seperti bunyi S1 mengeras, bunyi S2 tunggal, dan opening snap, juga akan terdengar bising jantung ketika darah mengalir. Apabila kekakuan ini dibiarkan, maka aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri akan terganggu. Ini membuat tekanan pada atrium kanan meningkat yang membuat terjadi pembesaran atrium kanan. Keregangan otot-otot atrium ini akan menyebabkan terjadinya fibrilasi atrium.
Kegagalan atrium kiri memompakan darah ke ventrikel kiri menyebabakan terjadi aliran darah balik, yaitu dari atrium kiri kembali ke vena pulmonalis, selanjutnya menuju ke pembuluh darah paru-paru dan mengakibatkan penurunan curah sekuncup ventrikel sehingga jantung berkompensasi dengan dilatasi ventrikel kiri, peningkatan kontraksi miokardium, hipertrofi dinding ventrikel dan dinding atrium. Meningkatnya volume darah pada pembuluh darah paru-paru ini akan membuat tekanan hidrostatiknya meningkat dan tekanan onkotiknya menurun. Hal ini akan menyebabkan perpindahan cairan keluar yang akan menyebabkan udem paru yang kemudian bisa menyebabkan sesak napas pada penderita. Selain itu, akan menyebabkna hipertensi arteri pulmonalis, hipertensi ventrikel kanan sehingga dapat mengakibatkan gagal jantung kanan.

2.6.Komplikasi
Stenosis mitral akan menyebabkan hipertensi arteri pulmonalis, hipertensi ventrikel kanan sehingga dapat mengakibatkan gagal jantung kanan.

2.7.Prognosis
Stenosis mitral disebabkan oleh demam rematik dan prognosisnya  sederhana lantaran kebanyakan dari kasus ini akan berulang.



2.8.Pemeriksaan Penunjang
1.      Elektrokardiogram. Pemeriksaan Elektrokardiogram pada stenosis mitral mempunyai beberapa aspek :
a.       Membantu menegakkan diagnosis stenosis mitral.
b.      Adanya perubahan pada EKG tidak merupakan suatu indicator akan beratnya perubahan hemodinamik.
c.       Dapat mendeteksi kondisi lain disamping adanya stenosis mitral.
2.      Rontgen dada (menunjukkan pembesaran atrium). Hal-hal yang terlihat pada pemeriksaan radiologis adalah :
a.       Left atrial appendage dan atrium kiri membesar.
b.      Vena pulmonal menonjol, terutama terlihat pada bising jantung
c.       Lapangan baru memperlihatkan tanda-tanda bendungan, kadang-kadang terlihat garis pada septum interstitial pada daerah kostofrenikus.
3.      Ekokardiografi (teknik penggambaran jantung dengan menggunakan gelombang ultrasonik).
4.      Stenosis mitral umumnya mudah didiagnosis dengan perekaman ekokardiografi M mode, tetapi pemeriksaan ini tidak dapat digunakan untuk menduga derajat stenosis mitral.
5.      Kadang perlu dilakukan kateterisasi jantung untuk menentukan luas dan jenis penyumbatannya. (www.Medicastore.com)
2.9.Penatalaksanaan
a.       Pencegahan
Stenosis katup mitral dapat dicegah hanya dengan mencegah terjadinya demam rematik, yaitu penyakit pada masa kanak-kanak yang kadang terjadi setelah strep throat (infeksi tenggorokan oleh streptokokus) yang tidak diobati.
b.      Pengobatan
1.      Terapi medika mentosa
Obat-obat seperti beta-blocker, digoxin dan verapamil dapat memperlambat denyut jantung dan membantu mengendalikan fibrilasi atrium. Jika terjadi gagal jantung, digoxin juga akan memperkuat denyut jantung.
Diuretik dapat mengurangi tekanan darah dalam paru-paru dengan cara mengurangi volume sirkulasi darah Antibiotik juga di berikan  sebelum menjalani berbagai tindakan pembedahan untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi katub jantung.
2.      Terapi pembedahan
Jika terapi obat tidak dapat mengurangi gejala secara memuaskan, mungkin perlu dilakukan perbaikan atau penggantian katub. Pada prosedur valvuloplasti balon, lubang katub diregangkan. Kateter yang pada ujungnya terpasang balon, dimasukkan melalui vena menuju ke jantung. Ketika berada di dalam katup, balon digelembungkan dan akan memisahkan daun katup yang menyatu.  Pemisahan daun katup yang menyatu juga bisa dilakukan melalui pembedahan.
Jika kerusakan katubnya terlalu parah, bisa diganti dengan katup mekanik atau katup yang sebagian dibuat dari katup babi.



BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

2.9  Pengkajian
a.       Anamnese
a.       Data Demografi
-   Nama
-   Usia  
-   Jenis Kelamin
-   Suku/ bangsa
-   Agama
-   Pendidikan
-   Pekerjaan
-   Alamat
b.      Keluhan Utama: pasien dengan stenosis mitral biasanya mengeluh sesak, sianosis dan batuk-batuk.
c.       Riwayat Penyakit Sekarang : Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, sianosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak.
d.      Riwayat Penyakit Dahulu: Klien pernah menderita penyakit Demam rematik, SLE(Systemic Lupus Erithematosus), RA(Rhemautoid arthritis), Miksoma (tumor jinak di atrium kiri).
e.       Riwayat Penyakit Keluarga: tidak ada faktor herediter yang mempengaruhi terjadinya stenosis mitral.
b.      ROS (Review of System)
B1 (Breath)  : Sesak/ RR meningkat,  nada rendah di apeks dengan menggunakan bell dengan posisi miring ke kiri, sesak nafas dan fatigue, batuk, pada kongesti vena ada orthopnea.
B2 ( Blood ) : peningkatan vena jugularis, odema tungkai, aritmia atrial berupa fibrilasi atrium ( denyut jantung cepat dan tidak teratur ), hemoptisis, emboli dan thrombus, kekuatan nadi melemah, takikardi, edema perifer (mulai terjadi gagal jantung kanan), BJ  1 keras murmur sistolik, palpitasi, hemoptisis, apical diastolic murmur
B3  (Brain)   : nyeri dada dan abdomen
B4 ( Bladder): Ketidakseimbangan cairan excess, oliguri
B5 (Bowel)   : Disfagia, mual, muntah, tidak nafsu makan
B6 (Bone)     : kelemahan, keringat dingin,  cepat lelah. 
2.10Diagnosa Keperawatan
  1. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian aliran arteri-vena; penurunan aktifitas.
  2. Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada kongestif vena pulmonal; Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi natrium/air; peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan dalam area interstitial/jaringan).
  3. Pola napas tidak efektif b.d. perembesan cairan, kongesti paru akibat sekunder dari perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan intertestial.
  4. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area interstitial/alveoli).
  5. Intoleransi aktivitas b.d. penurunan curah jantung ke jaringan.
  6. Nyeri akut b.d regangan atrium kiri
2.11.        Intervensi dan Rasional
  1. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian aliran arteri-vena; penurunan aktifitas.
  • Tujuan         : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari perfusi jaringan adekuat.
  • Kriteria hasil:
  1. Vital sign dalam batas yang dapat diterima
  2. Intake output seimbang, akral teraba hangat, sianosis (-),
  3. Nadi perifer kuat
  4. Pasien sadar/terorientasi
  5. Tidak ada oedem
  6. Bebas nyeri/ketidaknyamanan.
  • Intervensi dan rasional :
Intervensi
rasional
Monitor perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinu (camas, bingung, letargi, pinsan).
Perfusi serebral secara langsung berhubungan dengan curah jantung, dipengaruhi oleh elektrolit/variasi asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.
Observasi adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/lembab, catat kekuatan nadi perifer.
Vasokonstriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi
Kaji tanda Homan (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi), eritema, edema
Indikator adanya trombosis vena dalam
Dorong latihan kaki aktif/pasif.
Menurunkan stasis vena, meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan resiko tromboplebitis
Pantau pernafasan.
Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distres pernafasan. Namun dispnea tiba-tiba/berlanjut menunjukkan komplikasi tromboemboli paru
Kaji fungsi GI, catat anoreksia, penurunan bising usus, mual/muntah, distensi abdomen, konstipasi.
Penurunan aliran darah ke mesentrika dapat mengakibatkan disfungsi GI, contoh kehilangan peristaltic
Pantau masukan dan perubahan keluaran urine.
Penurunan pemasukan/mual terus-menerus dapat mengakibatkan penurunan volume sirkulasi, yang berdampak negatif pada perfusi dan organ

  1. Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada kongestif vena pulmonal; Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi natrium/air; peningakatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan dalam area interstitial/jaringan).
  • Tujuan             : Keseimbangan volume cairan
  • Kriteria Hasil   :
  1. Menunjukkan keseimbangan masukan dan haluaran
  2. Berat badan stabil
  3. Tanda-tanda vital dalam rentang normal
  4. Tidak ada edema
  • Intervensi dan rasional :
Intervensi
Rasioanal
Pantau masukan dan pengeluaran, catat keseimbangan cairan (positif atau negative), timbang berat badan tiap hari.
Penting pada pengkajian jantung dan fungsi ginjal dan keefektifan terapi deuritik. Keseimbangan cairan positif berlanjut (pemasukan lebih besar dari pengeluaran) dab berat badan meningkat menunjukkan makin buruknya gagal jantung
Auskultasi bunyi nafas dan jantung.
Tambahan bunyi nafas(crackels) dapat menunjukkan timbulnya edema paru akut atau GJK kronik. Terdengarnya S3 adalah salah satu temuan klinik pertama sehubungan dengan dekompensasi. Ini mungkin sementara (gagal paru kongestif akut) atau permanen (gagal jantung luas atau kronis sehubungan penyakit katub berat)
Pantau Tekanan Darah
Hipertensi umum sebagai akibat gangguan katup. Namun peninggian tekanan darah di atas normal dapat menunjukan kelebihan cairan.
Jelaskan tujuan pembatasan cairan/natrium pada pasien/ orang terdekat. Libatkan dalam rencana jadwal pemasukan/pilihan diet yang tepat.
Dapat meninggkatkan kerjasama pasien. Memberikan beberapa rasa control dalam menghadapi upaya pembatasan.
Kolaborasi :
  1. Berikan deuritik, contoh flurosemig (Lazix), asam etakrinik (edekrin) sesuai indikasi

Menghambat reabsorbsi natrium atau klorida yang meningkatkan ekskresi cairan dan menurunkan kelebihan cairan total tubuh dan edema paru.
  1. Batasi cairan sesuai indikasi (oral dan intravena)
Dapat diperlukan untuk menurunkan volume cairan ekstrasel atau edema.
  1. Berikan batasan diet natrium sesuai indikasi
Menurunkan retensi cairan.

  1. Pola napas tidak efektif b.d. perembesan cairan, kongesti paru akibat sekunder dari perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan intertestial.
  • Tujuan                     : dalam waktu 3x24 jam pola napas kembali efektif.
  • Kriteria hasil           :
  1. Klien tidak sesak napas.
  2. Frekuensi pernapasan dalam batas normal 16-20x per menit.
  3. Respon batuk berkurang.
  4. Output urin 30ml/jam.
  • Intervensi dan rasional :
Intervensi
Rasional
Auskultasi bunyi napas (crackles)
Indikasi edema paru, akibat sekunder dekompensasi jantung.
Kaji adanya edema
Waspadai adanya gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
Ukur intake dan output cairan
Penurunan curah jantung, mengakibatkan perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan output urin.
Timbang berat badan
Perubahan berat badan tiba-tiba menunjukan gangguan keseimbangan cairan.
Pertahankan pemasukan total cairan 2000ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.
Memenuhi kebutuhan cairan tubuhorang dewasa, tetapi perlu pembatasan dengan adanya dekompensasi jantung.
Kolaborasi :
  1. Berikan diet tanpa garam

Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume plasma yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan meningkatkan kebutuhan miokardio.
  1. Berikan diuretik, contoh : furosemide, sprinolakton, hidronclakton.
Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan resiko terjadinya edema paru.
  1. Pantau data laboratorium elektrolit kalium.
Hipokalemia dapat membatasi efektivitas terapi.
  1. Tindakan pembedahan komisurotomi
Tindakan pembedahan dilakukan apabila tindakan untuk menurunkan masalah klien tidak teratasi. Intervensi bedah meliputi komisurotomi untuk membuka atau “menyobek” komisura katup mitral yang lengket atau mengganti katup mitral dengan katup protesa.

  1. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area interstitial/alveoli).
  • Tujuan         : pertukaran gas adekuat
  • Kriteria hasil:
  1. Melaporkan tidak adanya atau penurunan dyspnea
  2. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal
  3. Bebas dari gejala distress pernafasan
  • Intervensi dan rasional :
Intervensi
Rasional
Kaji dyspnea, takipnea , tak normalnya bunyi nafas, peningkatan upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada, dan kelemahan.
Mitral stenosis menyebabkan edema paru sehingga alveolus terdesak. Ini berakibat pada terganggunya difusi O2 dan CO2 . Efek pernafasan dapat dari ringan sampai dispnea berat sampai distress pernafasan.
Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran. Catat sianosis dan/atau perubahan pada warna kulit, termasuk membrane mukosa dan kuku.
Perembesan darah akan terakumulasi di paru dapat mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan.
Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan
Menurunkan konsumsi oksigen/ kebutuhan selama periode penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala.


  1. Intoleransi aktivitas b.d. penurunan curah jantung ke jaringan.
  • Tujuan         : dalam waktu 3x24 jam aktivitas klien sehari-hari terpenuhi dan meningkatnya kemampuan beraktivitas.
  • Kriteria hasil           :
  1. Klien menunjukan peningkatan kemampuan beraktivitas/mobilisasi di tempat tidur.
  2. Frekuensi pernapasan dalam batas normal.

  • Intervensi dan rasional :
Intervensi
Rasional
Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan tekanan darah selama dan sesudah aktivitas.
Respon klien terhadap aktivitas dapat mengindikasikan penurunan oksigen miokardium.
Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas, dan berikan aktivitas senggang yang tidak berat.
Menurunkan kerja miokardium/konsumsi oksigen.
Anjurkan menghindari penignkatan tekanan abdomen seperti mengejan saat defekasi
Mengejan mengakibatkan kontraksi otot dan vasokonstriksi yang dapat meingkatkan preload, tahanan vaskuler sistemis, dam beban jantung.
Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas, contoh bangun dari kursi, bila tidak ada nyeri, ambulasi, dan istirahat selama 1 jam setelah makan.
Aktivitas yang maju memberikan kontrol jantung, meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas berlebihan.
Pertahankan klien tirah baring sementara sakit akut.
Untuk mengurangi beban jantung.
Tingkatkan klien duduk di kursi dan tinggikan kaki klien.
Untuk meningkatkan aliran balik vena.
Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis.
Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu aliran balik vena.
Evaluasi tanda vital saat kemajuan aktivitas terjadi.
Untuk mengetahui aktivitas fungsi jantung.
Berikan waktu istirahat diantara waktu aktivitas.
Mendapatkan cukup waktu resolusi bagi tubuh dan tidak terlalu memaksa kerja jantung.
Pertahankan penambahan oksigen sesuai instruksi.
Untuk meningkatkan oksigenasi jaringan.
Selama aktivitas kaji EKG, dispnea, sianosis, kerja napas, dan frekuensi napas, serta keluhan subjektif.
Melihat dampak dari aktivitas terhadap fungsi jantung.
Berikan diet sesuai pesanan (pembatasan cairan dan natrium).
Mencegah retensi cairan dan edema akibat penurunan kontraktilitas jantung.

  1. Nyeri akut b.d regangan atrium kiri
  • Tujuan         : Nyeri menurun / hilang
  • Kriteria hasil           :
  1. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol
  • Intervensi dan rasional :
Intervensi
Rasional
Selidiki laporan nyeri dada dan bandingkan dengan episode sebelumnya. Gunakan skala nyeri 0-10 untuk rentang intensitas. Catat ekspresi verbal atau non verbal nyeri, respon otomatis terhadap nyeri (berkeringat, TD dan nadi berubah, peningkatan atau penurunan frekuensi pernafasan)
Perbedaan gejala perlu untuk mengidentifikasi penyebab nyeri. Perilaku dan perubahan tanda vital membantu menentukan derajat/adanya ketidaknyamanan pasien khususnya bila pasien menolak adanya nyeri.
Evaluasi respon terhadap obat
Penggunaan terapi obat dan dosis. Catat nyeri yang tidak hilang atau menurun dengan nitrat menunjukkan MVP, berhubungan dengan nyeri dada tidak khas/non angina.
Berikan lingkungan istirahat dan batasi aktivitas sesuai kebutuhan.
Aktivitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokard (contoh  : kerja tiba-tiba, stress, makan banyak, terpajan dingin) dapat mencetuskan nyeri dada.
Kolaborasi :
Berikan vasodilator, contoh : nitrogliserin, nifedipin (prokardia) sesuai indikasi

Obat diberikan untuk meningkatkan sirkulasi miokard (vasodilator).




BAB IV
PENUTUP

Stenosis mitral adalah sumbatan katup mitral yang menyebabkan penyempitan aliran darah ke ventrikel, sedangkan insufisiensi mitral adalah  keadaan dimana terdapat refluks darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri pada saat sistolik sebagai akibat dari tidak sempurnanya penutupan katup mitral.
Penyebab tersering terjadinya stenosis mitral adalah demam reumatik (lebih dari 90%). Berdasarkan guidelines American College of Cardiology 1998 tentang manajemen penyakit jantung katup, hanya 40% yang merupakan MS murni, sisanya MS akibat penyakit jantung rheumatik. Dan penyebab tersering terjadinya insufisiensi katub mitral adalah penyakit jantung rematik (PJR/RHD). PJR merupakan salah satu penyebab yang sering dari insufisiensi mitral  berat.



DAFTAR PUSTAKA

Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

0 komentar:

Post a Comment